A.
Peran Pers dan
Media dalam Sistem Komunikasi Indonesia
Sebelum
membahas peran pers dan media tentunya kita harus mengenal definisi atau
penegertian dari sistem komunikasi Indonesia. Pertama, membahas mengenai sistem
komunikasi Indonesia sudah pasti berbicara mengenai sistem. Ada banyak definisi
mengenai sistem. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) disebutkan bahwa
sistem adalah seperangkat unsur yang secara teratur saling berkaitan sehingga
membentuk suatu totalitas. Definisi lainnya mengenai sistem disebutkan oleh Tatang
M. Amirin (1996), yaitu sekumpulan unsur yang melakukan kegiatan atau menyusun
skema atau tata cara melakukan suatu kegiatan pemprosesan untuk mencapai
sesuatu atau beberapa tujuan dan hal ini dilakukan dengan cara mengolah data
dan/atau barang (benda) di dalam jangka waktu tertentu guna menghasilkan
informasi dan/atau energi dan/atau barang (benda).
Dengan
demikian, jika dikaitkan dengan komunikasi maka sistem komunikasi bisa
didefinisikan sebagai sekelompok orang, pedoman, dan media yang melakukan suatu
kegiatan mengolah, menyimpan, menuangkan ide, gagasan simbol, lambang menjadi pesan dalam membuat
keputusan untuk mencapai suatu kesepakatan dan saling pengertian satu sama lain
dengan mengolah pesan itu menjadi sumber informasi.
Menurut
Nurudin (2005), jika definisi tersebut dijadikan alat untuk mengamati dunia
surat kabar, misalnya, bisa diartikan sebagai sekumpulan orang, alat, mesin,
fasilitas yang bekerja mengolah suatu berita/informasi lain dengan mengolahnya
menjadi lembaran-lembaran tulisan guna memproduksi informasi yang telah
direncanakan pada saat para langganan memerlukannya.
Dengan
demikian jika diringkas, dalam sebuah definisi sistem komunikasi paling tidak atau
minimal selalu ada:
1. Sekumpulan
unsur (wartawan, karyawan, komputer, mesin, barang, buku, kertas, dan fasilitas
lain).
2. Tujuan sistem
(menyebarkan informasi pada khalayak, membentuk citra postif dalam humas dan persuasi).
3. Wujud hasil
kegiatan atau proses sistem selama jangka waktu tertentu (media cetak.,
penerbitan intern, press release).
4. Pengolahan
data dan/atau energi dan/atau bahan (bahan berita berupa 5W1H, bagaimana diolah menjadi berita straight news atau depth news,
kolom, tajuk rencana, artikel, fact
finding, dan lain-lain).
Dengan
melihat definisi dan contoh di atas, sesuatu disebut sistem apabila memiliki
ciri-ciri paling tidak sebagai berikut:
1. Adanya
interdependensi, artinya komponen-komponen itu saling berkaitan, berinteraksi,
dan berinterdependensi secara keseluruhan. Tidak bekerjanya suatu unsur akan mempengaruhi
kinerja unsur-unsur yang lain.
2. Keluaran (output) dari suatu sistem sesuai dan
konsisten dengan tujuan yang sudah direncanakan.
3. Eksistensi
kesatuan (totalitas) suatu sistem dipengaruhi oleh komponen-komponennya,
sebaliknya eksistensi masing-masing komponen itu dipengaruhi oleh kesatuannya.
4. Sebagai suatu
kesatuan yang mempunyai masukan (input)
dan keluaran (output) atau tujuan
tertentu.
Dari
definisi dan penjelasan di atas diketahui bahwa satu hal yang menjadi ciri dan
sekaligus penting dalam sebuah sistem adalah adanya interdependensi, output yang sesuai dengan tujuan, adanya
kesatuan antarunsur, serta adanya input
dan output yang jelas. Dalam
kaitannya dengan pers dan media, tentu kita dapat melihat keterkaitan ini. Pers
dan media merupakan salah satu contoh bentuk sistem komunikasi. Baik pers
maupun media, keduanya saling berkaitan satu sama lain, saling berinterdepensi.
Artinya, pers tidak akan eksis tanpa bantuan media dan begitu juga dengan media
yang tidak akan hidup tanpa adanya pers. Keduanya pun memiliki tujuan yang jelas
dalam menghasilkan output-nya. Pers
yang dianggap sebagai pilar keempat demokrasi bertujuan dan bertugas untuk
mencari dan memberitakan kebenaran (telling
the truth) sesuai dengan prinsip dan etika jurnalisme, sedangkan media
bertugas sebagai sarana atau medium untuk menyampaikan apa yang diberitakan
oleh pers kepada khalayak. Media dan jurnalisme harus objektif dalam segala
hal, tetapi objektivitas bukanlah tujuan. Objektivitas adalah disiplin dalam
melakukan verifikasi karena itulah sosok nilai kebenaran yang diharapkan.
Sebagai
dua unsur yang saling terkait dalam sistem komunikasi, pers dan media memiliki
tanggung jawab besar kepada publik untuk menyiarkan berita sesuai dengan etika
dan nilai-nilai kebenaran. Hal ini dikarenakan segala hal yang diberitakan oleh
pers lewat media akan menimbulkan pendapat umum di tengah masyarakat. Pendapat
umum yang terus berkembang dan semakin menjadi isu inilah yang kemudian disebut
sebagai opini publik. Opini publik yang berkembang dalam masyarakat merupakan
hasil penafsiran masyarakat terhadap berita atau isu yang diangkat di media
yang bersumber dari pers. Opini publik ini bisa menjadi sesuatu yang positif,
tetapi bisa juga menjadi sesuatu yang negatif. Namun, sebelum membahas lebih
lanjut mengenai opini publik, penulis akan menjelaskan mengenai sistem pers dan
keterkaitannya dengan kebebasan pers sebagai wujud pelaksanaan HAM.
B.
Sistem Pers
Sistem pers adalah subsistem
dari sistem komunikasi. Sistem ini mempunyai karakteristik tersendiri dibandingkan
dengan sistem lainnya, misalnya sistem informasi manajemen dan sistem dalam
komunikasi organisasi. Unsur yang paling penting dalam sistem pers adalah media
massa, baik cetak maupun elektronik. Media massa menjalankan fungsi untuk
mempengaruhi sikap dan perilaku masyarakat, termasuk dalam hal membentuk opini
publik. Melalui media, masyarakat dapat menyetujui dan menolak kebijakan
pemerintah. Lewat media pula berbagai inovasi atau pembaruan bisa dilaksanakan
oleh masyarakat.
Marshall
Mc Luhan menyebutkan bahwa media sebagai the
extension of man (media adalah ekstensi manusia). Dengan kata lain, media
adalah perpanjangan dan perluasan dari kemampuan jasmani dan rohani manusia (F.
Rafhmadi, 1990). Berbagai keinginan, aspirasi, pendapat, sikap perasaan manusia
bisa disebarluaskan melalu pers. Sosialiasai kebijakan tentang kenaikan atau penurunan harga bahan bakar
minyak (BBM) atau kenaikan gaji Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang perlu diketahui
secara cepat oleh masyarakat, tidak perlu dilakukan dengan komunikasi tatap
muka. Pemerintah cukup melakukan press
release ke media atau mengundang wartawan untuk jumpa pers. Dalam waktu
singkat injformasi itu akan tersebar luas ke tengah masyarakat.
Mengutip
pendapat Wilbur Schramm (1973), tidak bisa dipungkiri bagi masyarakat, pers
bisa dianggap sebagai pengamat, forum, dan guru (watcher, forum, and teacher). Artinya, setiap hari pers memberikan
laporan, ulasan mengenai kejadian, menyediakan tempat (forum) bagi masyarakat
dari segala generasi. Dengan kata lain, pers mengamati kejadian dan melaporkannya
kepada masyarakat, menjadi tempat “diskusi” (mengeluarkan ide atau gagasan dan
menanggapinya) serta kemampuan mendidik masyarakat ke arah kemajuan (pers
memberikan ilmu pengetahuan serta mengarahkan masyarakat pada pembaruan).
Kemudian
C.
Kebebasan Pers
Sebagai Perwujudan Pelaksanaan HAM
Jika
kita berbicara tentang kebebasan pers maka berarti secara implisit kita juga
berbicara tentang hak asasi manusia (HAM).
Alasannya karena kebebasan pers berawal dari kebebasan komunikasi
antarmanusia (human communication).
Komunikasi menuntut kebebasan karenan manusia tidak dapat hidup tanpa
komunikasi (one cannot not communicate).
Paling sedikit, kebutuhan komunikasi
sama dengan kebutuhan manusia untuk makan, minum, dan berlindung dari
udara dingin, panas, dan hujan. Oleh
karena itu, berkomunikasi adalah HAM, sama halnya seperti menjalani hidup (to live) bagi manusia adalah HAM. Hak
untuk berkomunikasi sama dengan hak untuk hidup. Kebebasan mencari dan mendapatkan
informasi merupakan HAM pula sebab informasi adalah bagian integral dari
komunikasi antarmanusia.
Keberadaan
pers dalam komunikasi antarmanusia (tahun 1445) merupakan fenomena kemajuan
teknologi komunikasi dan informasi. Dengan menggunakan pers jangkauan
komunikasi (penyampaian pesan) menjadi luas, jauh, mencapai banyak orang
(penerima pesan) dan pesan menjadi lebih diterima masyarakat karena dilakukan
secara tertulis (tercetak) sehingga lebih jelas. Keberadaan pers pun meningkatkan
kemampuan manusia untuk berkomunikasi.
Ketika
pers hadir dalam kehidupan manusia hak asasi komunikasi pun melebar kepada
saluran komunikasi massa. Kebebasan komunikasi itu pun mengikuti tahap-tahap
kemajuan teknologi komunikasi dan informasi. Pada akhirnya saat ini kebebasan
komunikasi sebagai hak asasi manusia telah memasuki dunia maya informasi yang disebut
cybercommunication. Akibatnya pun sangat
dramatis. Rambu-rambu lama seketika menjadi benda kuno (archaid) dan hampir tidak berguna lagi (futile) menurut sebuah seminar yang diselenggarakan oleh Asian
Institute of Development Communication (AIDCOM) di Kuala Lumpur bulan
November 1997 yang dipandu oleh A. Muis
penulis buku “Indonesia di Era Dunia Maya: Teknologi Informasi dalam Dunia
Tanpa Batas”.
Namun,
kebebasan berkomunikasi tidak berlaku mutlak. Hal ini dikarenakan semua orang
memiliki hak untuk bebas berkomunikasi demi kelanjutan hidupnya. Dengan demikian, kebebasan berkomunikasi
dibatasi oleh kebebasan komunikasi pula. Karena pers adalah bagian yang tak terpisahkan dari
komunikasi antara manusia maka kebebasan pers pun harus tunduk pada rambu-rambu
hukum dan etika, tetapi pembatasan yuridis itu tidak boleh bersifat pencekalan
terhadap kebebasan pemberitaan (pre-public
penalty), seperti sensor, pembredelan, SIT, SIUPP, dan sejenisnya karena
hal itu berarti melanggar HAM.
D. Pengertian dan
Perkembangan Opini Publik dalam Masyarakat
Sebelum
membahas lebih dalam mengenai opini publik, penulis akan membasa mengenai
definisi opini publik terlebih dahulu. Dari berbagai referensi mengenai opini
publik, ternyata banyaknya
definisi mengenai opini publik sebanyak jumlah penulis tentang opini publik itu
sendiri.
Kata
opini publik terdiri atas dua unsur, yaitu kata opini dan publik. Secara
sederhana, opini adalah pendapat, gagasan, atau ide yang dikemukan manusia atas
suatu kejadian atau peristiwa yang dia lihat atau ketahui, sedangkan pengertian
publik secara umum adalah sekelompok individu dalam jumlah besar, sedangkan
dari beberapa pakar dapat diperoleh beberapa pengertian sebagai berikut:
1. Publik adalah
sejumlah orang yang bersatu dalam satu ikatan dan mempunyai pendirian sama terhadap
suatu permasalahan sosial (Emery Bogardus).
2. Publik adalah
sekelompok orang yang (1) dihadapkan pada suatu permasalahan, (2) berbagi
pendapat mengenai cara pemecahan persoalan tersebut, (3) terlibat dalam diskusi
mengenai persoalan itu (Herbert Blumer).
Kemudian
ketika kata opini dan publik disatukan membentuk istilah opini publik, pada
dasarnya bermakna sebagai opini yang berkembang karena pengaruh pemberitaan
dari media massa. Menurut Machiavelli yang pertama kali menggunakan istilah
opini publik atau disebut juga sebagai pendapat umum, dalam buku Discourses, dia menyatakan bahwa orang
yang bijaksana tidak akan mengabaikan pendapat umum mengenai soal-soal
tertentu, seperti pendistribusian jabatan dan kenaikan pangkat. Namun, seperti
kebanyakan penulis, ia kemudian menganggap bahwa istilah tersebut sudah cukup
dikenal dan dimengerti sehingga tidak perlu didefinisikan.
Kemudian
pendapat selanjutnya mengenai pendapat umum atau opini publik diutarakan oleh James
Madison. James Madison menulis bahwa pendapat umum atau opini publik adalah
kedaulatan yang nyata (real sovereign)
dalam setiap negara merdeka, bukan karena pimpinannya dapat mengetahui atau mengikuti
setiap mayoritas, tetapi karena pendapat massa menetapkan batasan yang tak
dapat dilampaui para pembuat kebijakan (policymakers)
yang bertanggung jawab. Madison juga segera melihat bahwa partai politik yang
longgar dan bersifat terpusat dapat menghimpun – “mengagregasikan” – berbagai
pendapat dan karenanya memberikan sarana utama untuk menjaga agar para pemimpin
tetap dalam batas yang dapat diterima publik.
Namun,
studi modern tentang pendapat umum kemungkinan telah dimulai sejak
diterbitkannya Public Opinion and Popular
Government karya A. Lawrence Loweel tahun 1919 dan Public Opinion karya
Walter Lippman pada tahun 1922. Para penulis tahun 1920-an dan 1930-an, dengan
mengandalkan konsep-konsep dan bahan-bahan yang baru diorganisasi yang dikemukakan
oleh para psikolog dan sosiolog, telah mengembangkan cukup banyak teori dan
hipotesis. Kuliah pendapat umum diberikan di berbagai universitas di Amerika
oleh para ilmuwan politik, sosiolog, psikolog social, dan para wartawan.
Kini
perkembangan opini publik yang cukup relevan jika dikaitkan dengan problematika
di Indonesia saat ini adalah mengenai kasus “Cicak vs. Buaya” yang sempat
menarik perhatian masyarakat luas. Perseteruan antara Kapolri, dengan Bibit
Samad Rianto dan Chandra M. Hamzah yang diberitakan di berbagai media massa
akhirnya membentuk opini publik di tengah masyarakat. Berbagai
rentetan peristiwa antara “Cicak vs. Buaya”
yang cukup kompleks kemudian diberitakan secara luas dan menyeluruh oleh media
massa (cetak dan elektronik). Rentetan peristiwa itu kemudian diikuti oleh
opini-opini yang dibangun berdasarkan fakta-fakta yang berasal dari opini
narasumber. Ketika kemudian opini-opini tersebut diberitakan oleh media massa
dan pengaruhnya juga sampai ke pembaca, penonton atau pendengarnya maka inilah
yang disebut dengan public opinion
(opini publik).
Opini
publik ini menjadi opini yang berkembang karena pengaruh pemberitaan dari media
massa, meskipun ada juga opini publik yang bisa dibangun bukan dari media
massa, tapi media massa mempunyai kekuatan untuk memperkuat dan mempercepat
tersebarnya sebuah opini. Dalam hal ini opini publik bisa disebabkan oleh dua
hal, direncanakan (planned opinion)
dan tidak direncanakan (unplanned opinion).
Opini publik yang direncanakan dikemukakan karena memang ada sebuah rencana
tertentu yang disebarkan media massa agar menjadi opini publik. Ia mempunyai
organisasi, kinerja dan target yang jelas. Misalnya, opini yang sengaja dibuat
oleh elite politik tertentu bahwa Pancasila adalah sumber dari segala sumber hukum.
Ide ini dikemukakan di media massa secara gencar dengan perencanaan matang.
Sementara itu, opini publik yang tidak direncanakan muncul dengan sendirinya
tanpa rekayasa. Media hanya sekadar memuat sebuah peristiwa yang terjadi,
kemudian diperbincangkan di tengah masyarakat. Dalam posisi ini, media massa
hanya mengagendakan sebuah peristiwa dan memberitakannya. Peristiwa atau kasus
yang dibahas di media kemudian menjadi pembicaraan publik karena publik
menganggap isu itu penting untuk diperbincangkan. Karena menjadi pembicaraan di
masyarakat, media massa kemudian memberi penekanan tertentu atas sebuah isu dan
akhirnya ia pun menjadi opini publik.
Melihat
apa yang terjadi dengan kasus “Cicak vs. Buaya” sehingga menghasilkan dukungan
yang besar dari publik kepada KPK, dapat kita lihat bahwa efek dari opini
publik yang merupakan pengaruh dari media massa sangat luar biasa. Namun,
sesungguhnya proses terjadinya opini publik bukanlah suatu proses yang singkat.
Kemunculan opini publik di tengah masyarakat melalui berbagai proses yang tidak
mudah. Ferdinand Tonnies (Nurudin, 2001: 56 – 57) dalam bukunya Die Offentlichen Meinung pernah
mengungkapkan bahwa opini publik terbentuk melalui tiga tahapan; pertama, die luftartigen position. Pada tahap
ini, opini publik masih semerawut seperti angin ribut. Masing-masing pihak
mengemukakan pendapatnya berdasarkan pengetahuan, kepentingan, pengalaman dan
faktor lain untuk mendukung opini yang diciptakannya.
Kedua,
die fleissigen position. Pada tahap
ini, opini publik sudah menunjukkan ke arah pembicaraan lebih jelas dan bisa
dianggap bahwa pendapat-pendapat tersebut mulai mengumpul ke arah tertentu
secara jelas. Artinya, sudah mengarah, mana opini mayoritas yang akan
mendominasi dan mana opini minoritas yang akan tenggelam. Ketiga, die festigen position. Pada tahap ketiga
ini, opini publik telah menunjukkan bahwa pembicaraan dan diskusi telah mantap
dan suatu pendapat telah terbentuk dan siap untuk dinyatakan. Dengan kata lain,
siap untuk diyakini kebenarannya setelah melalui perdebatan dan perbedaan
pendapat yang tajam sebelumnya.
Kemudian,
setelah suatu opini publik tercipta di tengah masyarakat tentu menghasilkan
efek tertentu bagi masyarakat tersebut. Di era reformasi saat ini atau dapat
dikatakan sebagai era serba “kebebasan”, setiap orang menuntut segala macam
kebebasan yang bisa didapat. Pers sebagai salah satu pilar demokrasi pun
terkadang tanpa disadari berlaku menuntut segala kebebasan, dalam hal ini
adalah kebebasan mendapatkan informasi dan menyebarkan informasi. Setelah
mendapatkan berita, pers kemudian meletakkan segala macam informasi yang
didapat di dalam media. Media kemudian disebarkan dan dikonsumsi oleh publik.
Akhirnya segala hal yang ada di media mengatur segala bentuk pandangan dan
pemikiran publik mengenai suatu persistiwa atau kasus tertentu. Media pun
secara tidak disadari memberitakan hal-hal seperti apa yang memang diinginkan
oleh publik.
Sebagai
perumpamaan, dalam dunia pemasaran (marketing),
Seth Godin dalam bukunya yang berjudul All
Marketers Are Liars mengatakan bahwa fungsi marketers adalah menceritakan apa yang sebenarnya ingin didengar
oleh konsumen, dan bukan sebaliknya, yaitu mempersuasi konsumennya seperti yang
selama ini dibayangkan. Begitu pula dengan pembentukan opini publik.
Pembentukan opini publik melalui media di dalam banyak hal juga tidak jauh
berbeda. Media memang mendidik masyarakat, tetapi lebih banyak diarahkan ke
arah yang dikehendaki oleh masyarakat itu sendiri.
E.
Kesimpulan
Sebagai dua unsur elemen yang saling
terkait dalam sistem komunikasi, pers dan media memiliki tanggung jawab besar
kepada publik untuk menyiarkan berita sesuai dengan etika dan nilai-nilai
kebenaran. Walaupun komunikasi adalah salah satu bentuk HAM, kebebasan
berkomunikasi tidak berlaku mutlak. Hal ini dikarenakan semua orang memiliki
hak untuk bebas berkomunikasi demi kelanjutan hidupnya. Oleh karena itu, kebebasan berkomunikasi
dibatasi oleh kebebasan komunikasi pula. Karena pers adalah bagian yang tak
terpisahkan dari komunikasi antara manusia maka kebebasan pers pun harus tunduk
pada rambu-rambu hukum dan etika. Jika sebuh media meng-expose suatu berita atau kasus tertentu secara terus-menerus dan
berkelanjutan, dari berita tersebut dapat muncul suatu opini publik di tengah
masyarakat.
Opini publik atau pendapat umum yang
berkembang dalam masyarakat merupakan hasil penafsiran masyarakat terhadap
berita atau isu yang diangkat oleh media yang bersumber dari pers. Opini publik
ini bisa berupa sesuatu yang positif, tetapi bisa juga berupa sesuatu yang
negatif. Opini publik ini pun bisa disebabkan oleh dua hal, yang yang direncanakan
(planned opinion) dan tidak
direncanakan (unplanned opinion). Namun,
pembentukan opini publik melalui media pada dasarnya lebih banyak diarahkan ke
arah yang dikehendaki oleh masyarakat itu sendiri.
0 komentar:
Posting Komentar