Senin, 03 Juni 2013

PSIKOLOGI DAKWAH ANTAR BUDAYA




I. PENDAHULUAN
Perbedaan budaya antara satu daerah dengan daerah lainnya acap kali sering menimbulkan perdebatan bahkan hingga menimbulkan pertumpahan darah. Seperti beberapa kejadian berikut ini perang antara egoisitas Amerika dengan Irak, Kristen fundamentalis menyerang Islam setelah serangan teroris 9 September, kelompok militan Hindu dan Muslim saling bunuh di Ayodha-India, konflik antara Israel dan Palestina terus bergolak memakan korban, prasangka rasial kulit putih terhadap kulit hitam di Amerika Serikat menyulut kerusuhan berdarah, diskriminasi kekerasan terhadap minoritas Cina terjadi lagi di Pekalongan, penggunaan bangunan sebagai gereja di Depok diprotes keras warga Muslim, sebuah gereja di Palu dibom menjelang Natal. Semua kejadian tersebut didasarkan pada perbedaan budaya satu sama lain dimana anggota dari tiap komunitas budaya tersebut sering terlalu fanatik, ekslusif dan cenderung berprasangka pada kelompok lainnya.
Psikologi sebagai ilmu yang mempelajari mengenai segala perilaku manusia dan segala proses mentalnya juga memiliki peran yang signifikan dalam proses pemberian pengertian pada tiap-tiap kelompok. Apalagi dalam konteks dakwah, yang akhirnya menciptakan sebuah cabang ilmu baru yaitu Psikologi Dakwah, memahami dan mengatahui kondisi psikis mad’u sangatlah penting ditambah lagi mad’u yang memiliki lantar belakang budaya berbeda.
Oleh karena itu, pada kesempatan kali ini, pemakalah mencoba memaparkan mengenai psikologi dakwah lintas budaya.

II. PEMBAHASAN
A.       Pengertian Psikologi Dakwah
Psikologi adalah ilmu yang mempelajari tentang perilaku manusia dan proses mental. Sedangkan pengertian dakwah adalah suatu proses kegiatan menyampaikan dan mengajarkan serta mempratikkan ajaran Islam secara kafah (utuh) dengan menjadikannya landasan norma, etika kemanusian dalam melaksanakan hak dan kewajiban. Jadi psikologi dakwah dapat diartikan sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari segala gejala kehidupan kejiwaan para pelaku kegiatan dakwah (da’i dan mad’u) dalam mencapai tujuan dakwah.
Psikologi dakwah dapat juga diberi batasan sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang tingkah laku yang merupakan cerminan hidup kejiwaannya untuk diajak kepada pengalaman ajakan-ajakan Islam demi kesejahteraan hidup manusia di dunia dan di akhirat. Tujuan psikologi dakwah adalah membantu dan memberikan pendangan kepada para Da’i tentang pola dan tingkah laku para Mad’u dan hal-hal yang mempengaruhi tingkah laku tersebut yang berkaitan dengan aspek kejiwaan (psikis) sehingga mempermudah para Da’i untuk mengajak mereka kepada apa yang dikehendaki ajaran Islam.

B.        Pengertian Budaya
Ditinjau dari segi bahasa, kebudayaan berasal dari bahasa sansekerta “buddhayah”, bentuk jamak dari buddhi yang berarti budi atau akal. Pendapat lain mengatakan, bahwa kata budaya adalah sebagai suatu perkembangan dari kata majemuk budidaya, yang berarti daya dan budi. Karena itu mereka membedakan antara budaya dan kebudayaan. Budaya adalah daya dari budi yang berupa cipta, karsa dan rasa, dan kebudayaan adalah hasil cipta, karsa dan rasa tersebut. 
Definisi lain menyebutkan bahwa kebudayaan adalah usaha manusia dan masyarakat untuk mengembangkan prasarana budaya menjadi sarana budaya yang lebih mantap yang diharapkan dapat menjawab tantangan yang dihadapkan kepadanya secara lebih memuaskan.
Koentjaraningrat merumuskan definisi kebudayan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar.  Kebudayaan merupakan salah satu ciri keberadaan manusia di muka bumi. Dakwah mau tidak mau harus melibatkan hal yang satu ini dalam usahanya. Kita tidak akan mampu mengeneralisir kebudayaan yang dimiliki oleh setiap manusia. Kebudayaan manusia, awalnya muncul karena adanya manusia, namu dalam perkembangannya, manusia lebih dipengaruhi oleh kebudayaan yang ada.
Menarik, mendalam, dan menerus atau kontinyu adalah syarat penerapan dakwah dalam ranah kebudayaan, kalau kita memahami kebudayaan sebagai hasil cipta karya, dan rasa manusia. Influentif, sabar, tegas, persuasif, dan proporsional adalah hal selanjutnya yang harus menjadi ukuran kegiatan dakwah, kalau kita memahami kebudayaan sebagai norma, pola hidup, dan nilai di dalam suatu masyarakat.
Koentjaraningrat berpendapat bahwa ada tujuh unsur kebudayaan, yaitu:
a)         Bahasa
b)         Sistem pengetahuan
c)         Organisasi sosial
d)        Sistem peralatan hidup dan teknologi
e)         Sistem mata pencaharian hidup
f)          Sistem religi
g)         kesenian
C.        Etnosentrisme dan Streotype
Budaya merupakan filter ataupun perangkat yang mempengaruhi bagaimana seorang manusia melakukan persepsi dan atribusi terhadap suatu hal ataupun peristiwa. Sikap melihat dan melakukan interpretasi terhadap prilaku orang lain berdasar nilai-nilai budaya sendiri disebut etnosentrisme. Manusia memang kadang tidak mampu memisahkan diri dari etnosentrisme hingga bias dalam memahami perilaku orang. Apa yang dilakukan orang lain adalah benar bila menurut nilai kita itu benar, sedangkan sangat mungkin orang lain tersebut memiliki kriteria penelian tersendiri yang beda dengan kita.
Etnosentrisme sangat dekat sekali dan sering sekali tidak terpisahkan dengan apa yang disebut Stereotype. Stereotype adalah generealisasi sikap keyakinan, ataupun opini mengenai sikap, keyakinan, ataupun opini mengenai orang yang berasal dari budaya lain (Brigham, 1991). Stereotype didasari fakta dan fiksi mengenai orang dari budaya tertentu, namun seringkali menjadi konsepsi yang terlalu sederhana, kaku, dan tidak akurat. Terjadinya ketidak akuratan ini akibat dilakukannya overgeneralisasi dari pengalaman pribadi ataupun suatu informasi yang masuk.
Dalam beberapa kejadian, streotype membantu kita dalam dasar pengambilan keputusan, melakukan evaluasi, dan berinteraksi dengan orang dari lain budaya. Di sisi lain, suatu pendekatan ilmiah menuntut suatu pemaparan dan analisa yang akurat dan objective, termasuk psikologi lintas budaya. Seorang peneliti psikologi lintas budaya harus melepaskan semua kacamata etnosentrisme dan stereotype dalam kajiannya. Selain itu kedaran bahwa ada variabilitas internalisasi budaya pada setiap individu anggota suatu kelompok budaya juga tidak boleh dihilangkan untuk menghindari overgenalisasi dan pembentukan streotype yang salah.
D.       Strategi Dakwah Antar Budaya
Strategi dakwah antar budaya merupakan suatu perencanaan (planning) matang dan bijak tentang dakwah Islam secara rasional untuk mencapai tujuan Islam dengan mempertimbangkan budaya masyarakat, baik segi materi dakwah, metodologi maupun lingkungan tempat dakwah berlangsung.  Dalam dakwah sebagai sebuah proses komunikasi, terutama dalam dakwah antar budaya, akan menjadi efektif dalam proses penyampaian pesan dakwahnya apabila memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a.       Menghormati anggota budaya lain sebagai manusia
b.      Menghormati budaya lain sebagaimana apa adanya dan bukan sebagaimana yang kita kehendaki
c.       Menghormati hak anggota budaya yang lain untuk bertindak berbeda dari cara kita bertindak
d.      Da’i (sebagai pelaku dakwah) harus belajar menyenangi hidup bersama orang dari budaya yang lain.
e.       Mengenali tempat, situasi dan kondisi masyarakat
Hal ini untuk memudahkan perumusan strategi yang akan digunakan serta materi dakwah yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Sebab, dalam menentukan sebuah strategi dakwah seorang Da’i harus jeli dalam melihat kondisi mad’u, sehingga aktivitas dakwah akan lebih mantap, efisien, dan mengenai sasaran.
f.       Membuat karya budaya sarat dakwah seperti wayang dakwah, cerita, dongeng, drama yang berisi pesan dakwah persuasif dan inklusif, design pakaian Islam yang modern dan syar’i.

Fungsi dakwah Islam dalam konteks budaya ada dua macam yaitu  pertama, menciptakan kondisi yang sesubur mungkin bagi kelanjutan sintesa budaya Islam yang di masa silam belum lagi sempat mencapai puncak kemekarannya. Kedua, memberikan makna dan format spiritual bagi proses kehidupan antar budaya kita yang berkiblat pada perkembangan menuju moderinitas.
IV. KESIMPULAN
Psikologi dakwah dapat diartikan sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari segala gejala kehidupan kejiwaan para pelaku kegiatan dakwah (da’i dan mad’u) dalam mencapai tujuan dakwah. Budaya adalah daya dari budi yang berupa cipta, karsa dan rasa, dan kebudayaan adalah hasil cipta, karsa dan rasa tersebut. Stereotype adalah generealisasi sikap keyakinan, ataupun opini mengenai sikap, keyakinan, ataupun opini mengenai orang yang berasal dari budaya lain.
Strategi dakwah antar budaya merupakan suatu perencanaan (planning) matang dan bijak tentang dakwah Islam secara rasional untuk mencapai tujuan Islam dengan mempertimbangkan budaya masyarakat, baik segi materi dakwah, metodologi maupun lingkungan tempat dakwah berlangsung.

V. PENUTUP
Demikianlah makalah ini kami sampaikan. Kami sadar makalah ini jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah yang akan datang. Semoga makalah ini bermanfaat dan dapat menambah pengetahuan dan wawasan kita semua.

DAFTAR PUSTAKA

Achmad, Amrullah, Dakwah Islam dan Perubahan Sosial, Yogyakarta: Prima Duta, 1983
Dayakisni, Tri, Psikologi Lintas Budaya, Malang : UMM, 2004
Prasetya,  Joko Tri, dkk, Ilmu Budaya Dasar, Jakarta: PT Rineka Cipta, 1991
Thohir, Mudjahirin, Memahami Kebudayaan, Semarang: Fasindo Press, 2007

0 komentar:

Posting Komentar